Merusak Yang Sedang Dibangun: Doa untuk Ricko


Oleh Rachmat Fahzry 

Doa saya panjatkan untuk Ricko Andrean, korban kekerasan dalam laga klasik Persib versus Persija di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Semoga Allah menerima amal ibadah almarhum. Semoga keluarga, kerabat, rekan dan orang tersayang alrmahum mendapat ketabahan dan kekuatan dari Allah.

Ricko meninggal setelah berjuang selama 5 hari di rumah sakit. Ia menjadi korban salah sasaran oleh rekannya sesama Bobotoh karena dianggap The Jakmania--pendukung Persija.

Beredar di media yang mengabarkan bahwa Ricko mendapat pengeroyokan karena berusaha melerai Bobotoh yang sedang melakukan pemukulan terhadap Boboy Ilham Hafifi, The Jakmania yang hadir di Stadion GBLA ketika itu.

Tragedi ini menjadi kemunduran bagi sepakbola kita dari sisi suporter. Di saat liga sepakbola Indonesia berusaha bangkit dari dualisme pengurusan yang sudah usai, tragedi Ricko telah merusak sesuatu yang sedang dibangun dalam persepakbolaan kita.

Peristiwa ini harus menjadi renungan disertai tindakan tegas dari semua pihak yang terkait.

Insiden ini adalah masalah kemanusiaan. Nyawa Ricko tak sebanding dengan rivalitas dalam sepakbola. Kita sudah seharusnya membangun tradisi atau kultur sepakbola yang kreatif dan modern. Jika ingin mengusung konsep ultras, kita bisa menengok aksi Brigata Curva Sud--pendukung PSS Sleman. Mereka menonjolkan sisi kreativitas saat mendukung pahlawan lapangan hijau mereka. Paham ultras tak membuat mereka anarkis dalam rivalitas. Mereka santun dan bersahabat dengan pendukung lain.

Kedewasaan juga sedang dibangun  The Jakmania--pendukung Persija. Dampak selalu terusir dari Jakarta dan kerap tak boleh hadir saat Persija main, membuat pendukung berpikir dua kali untuk berbuat anarkis. Pengurus Persija, The Jakmania bersama pihak keamanan juga terus melakukan melakukan koordinasi. Jika ada sesuatu yang berpotensi mengandung kerusuhan. Pertandingan tanpa penonton pasti bisa terlaksana.

Saya akui, beberapa The Jak masih tidak menerima kehadiran Viking di antara mereka. Bahkan ketika laga persahabatan Persija melawan Espanyol, terjadi insiden kecil yang membuat sejumlah The Jak mengerubungi seseorang yang diduga Viking. Saya di antara 3 orang yang mencoba melerai kerusuhan kecil itu. 
Beruntung pengendara motor itu tidak terluka, dan bisa melanjutkan perjalanannya. The Jak masih terus belajar dalam menerima perbedaan.

Meski insiden kecil, masalah itu bisa menjadi penyakit yang ganas jika tidak ditangani dengan baik. Saya, kita, kalian harus menjadi bagian demi perubahan kultur sepakbola Indonesia yang lebih baik. Setidaknya kita selalu berjuang dari tribun atau VIP stadion.

Kita berikan dukungan untuk pahlawan kita saat merumput dengan nyanyian berisi lirik-lirik kebanggan dan kecintaan. 

Teteskan air mata haru untuk tim kesayangan kalian. Jangan berikan tangis duka ketika sahabat, keluarga, rekan kita harus pulang lebih dahulu menghadap Tuhan karena fanatisme dangkal terkait perbedaan dukungan klub.

Suatu saat tribun bisa menjadi tempat yang yang nyaman untuk semua kalangan, dan para ultras tetap berisik menyerukan nyanyian-nyanyian yang membakar semangat. Ini adalah mimpi saya.

Sanksi tegas untuk pendewasaan

Masalah rivalitas Bobotoh/Viking dan The Jakmania memang selalu panas. 

Mengalahkan panasnya aksi di lapangan hijau para pemain Persib dan Persija.
Bahkan saat pertandingan usai di GBLA, aksi pelemparan botol oleh Bobotoh meluncur ke arah pemain Persija. Hal tersebut membuat citra negatif untuk sepakbola kita, khususnya liga Indonesia, Bobotoh dan Persib.

Imbas dari kerusuhan itu, banyak orang yang kembali mencibir liga sepakbola kita. Dan itu bukan datang dari luar tapi dari dalam negeri kita sendiri, bahkan sering saya dengar dari  kolega, bahkan sahabat atau keluarga.

Yang paling santer saya dengar "Kalau gak rusuh bukan (bola) Indonesia." Atau "ya elah, bola Indonesia rusuh mulu bisanya."

Fanatisme memang hal yang umum dan biasa dalam sepakbola. Namun ketika fanatisme berubah menjadi anarkis, selalu ada korban di belakang tindakan itu. Dalam hal ini adalah Ricko sebagai korbannya.Tentu ini menjadi bumerang untuk Persib.

Para pelaku, Bobotoh atau bukan, harus menjalani proses hukum. Sementara panitia pelaksana dan Persib mesti mendapat sanksi tegas dari komisi disiplin PSSI.

Persib sudah berulang kali mendapat sanksi secara finansial dan pendukung dilarang menggunakan atribut saat Persib berlaga pada liga musim ini. Namun pelanggaran oleh pendukung Persib tetap berlanjut.

Sanksi yang diberikan sepertinya tidak mempan. Tercatat Persib sudah mengeluarkan dana hingga Rp 300 juta lebih untuk membayar denda akibat perilaku pendukungnya. Bahkan sanksi pelarangan tanpa atribut tak pernah digubris. Penoton tetap menggunakan atribut.

Perlakuan berbeda ketika pendukung Persegres memasuki lapangan. Hal yang sama juga dilakukan Bobotoh. Namun sanksi yang diterima berbeda. Persegres mendapat sanksi berupa penonton dilarang menyaksikan tim kesayangan mereka bertanding dan denda yang harus dibayar kepada PSSI. Sementara Persib hanya mendapat sanksi berupa membayar denda.
Ada apa dengan PSSI? Apa karena Persib klub kaya, perlakuan mereka berbeda atau ada faktor lain?

Seharusnya Persib mendapat sanksi yang sama. Bahkan dengan tragedi Ricko, sanksi yang diterima bisa berupa bermain di luar wilayah Jawa Barat tanpa penonton atau pengurangan poin. Sanksi ini bisa mendewasakan para penonton.

Persib harus berani mengambil sikap yang benar-benar tegas. Begitu juga dengan PSSI. Sementara untuk Bobotoh atau Viking, di mana tanggung jawab kalian sebagai predikat pendukung terbaik dalam Piala Presiden 2017. Seharusnya kalian memberi contoh yang baik kepada pendukung lainnya. Ini bagian dalam membangun kultur sepakbola kita. Kita harus bahu membahu untuk menjadi lebih baik. Kalian harus bisa menerima bahwa Persib dalam keadaan tidak stabil dalam perburuan gelar juara. Berikan kritik atau aksi kreativitas agar tim kecintaan kalian bangkit.

Contoh lah Bonek. Mereka pernah mengalami masalah dualisme bahkan Persebaya saat ini harus bermain di Liga 2. Tetapi soal dukungan, mereka layak dapat kredit positif. Perjuangan mereka dari tribun membuat haru sejumlah kalangan.
Aksi anarkis bisa membuat generasi penerus kita menjadi suporter yang pendendam. Tentu kita tidak mau itu terjadi, bukan?

Ini sangat pas dengan lirik lagu Om PMR berjudul "Individu Merdeka" yang pernah diubah aransemennya oleh Seringai, band cadas dari Bandung.

Selamat datang di era kemunduran.
pikiran tertutup jadi andalan

Reff
Mereka bermain Tuhan.
Merasa benar, menjajah nalar.

Dan kalau kita membiarkan saja, anak kita berikutnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar